Labuan Bajo-Waerebo Lodge

[vc_row][vc_column width=”3/4″ el_class=”vc_sidebar_position_right” offset=”vc_col-lg-9 vc_col-md-9 vc_col-sm-12″][stm_post_info css=”.vc_custom_1437111129257{margin-bottom: 0px !important;}”][vc_custom_heading text=”Catatan Gowes Bpk Arief F. Rachman (Dosen STP Trisakti) Day 2″ font_container=”tag:h3|text_align:left” use_theme_fonts=”yes”][vc_column_text]

Waktu menunjukan pukul 4.30 pagi WITA dan alarm sudah berbunyi. Pukul 5.15 breakfast box menu nasi goreng dan telur dadar sudah datang ke kamar. sengaja kami minta sarapan ala box karena restoran hotel belum buka pada pukul 5 pagi.

Pukul 6 pagi kami sudah siap untuk gowes menuju Waerebo. Menurut google map perjalanan kami akan menempuh jarak 100 km melalui rute Labuan Bajo-Lembor-Pesisir Selatan (Desa Nangalili-Desa Borik-Desa Dintor-Waerebo Lodge), dengan waktu tempuh 10 jam. Kami sengaja tidak ambil rute melalui Trans Flores melalui Ruteng karena selain jarak yang terlalu jauh (150 km), ternyata kontur yang lebih tinggi karena bisa mencapai ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Sehingga akan tiba malam hari di Waerebo.
Udara pagi di Labuan Bajo ternyata sejuk. Kami pikir Flores memiliki iklim panas pada saat musim kemarau. Secara geografi memang udara sejuk di pada bulan Agustus ini karena masih ada pengaruh musim dingin di Australia. Kami memulai gowes pada pukul 6.10 pagi diawali pemanasan dan doa. Rute yang kami lewati adalah melalui rute Trans Flores sampai Kecamatan Lembor. Kontur Pulau Flores memang cukup menantang bagi kami.

Pada 1 km pertama dari hotel Bintang Flores kami sudah disajikan tanjakan dan kemudian jalan menurun dan tanjakan lagi. Setelah 10 Km kami benar-benar disajikan lagi tanjakan sejauh 30 km yang tidak putus-putus. Mulai dari gradient 10% sampai dengan 15%. kami gowes dari ketinggian 28 meter dpl sampai dengam 911 meter dpl. Kami menghadapi tanjakan yang panjang sampai dengan 1 km dan juga tanjakan berkelok (mirip kelok 44 di Danau Maninjau, Sumatera Barat).

Akhirnya kami melakukan istirahat pertama di salah satu rest area dengan nama “Puncak Watu Api” di ketinggian 450 meter dpl pada pukul 8.30 pagi dengan jarak tempuh hanya 18 km dari Kota Labuan Bajo. Memang sangat lambat, kami hanya bermain di rpm tinggi (ngicik) dan tidak berani ambil speed. kami harus menghemat tenaga.

Di rest area ini Kami menikmati hidangan pisang, teh dan kopi panas. Hanya ada satu warung yang tersedia yang pemiliknya bernama Ibu Cicilia. kami berhenti 45 menit untuk menikmati waktu istirahat dan berbincang dengan traveler lainnya yang menggunakan kendaraan mobil dan motor.

Perjalanan dilanjutkan menuju daerah Lembor sebagai lokasi makan siang kami. Kembali kami disajikan jalan menanjak bahkan sampai elevasi 911 meter dpl sebelum masuk kota Lembor. dari ketinggian 911 meter dpl dengan gradient 20%. kami mendapatkan jalan menurun terus menuju Lembor. Angin dingin dari Australia menemani gowes kami. Akhirnya tepat pukul 12 siang kami tiba di Lembor.

Setelah makan siang perjalanan dilanjutkan menuju Wae Rebo Lodge melalui jalan pesisir selatan melewati Nangalili-Borik-Dintor. Perjalanan memang lebih pendek jaraknya dibandingkan melewati Ruteng. Angin pantai yang cukup ternyata membawa pengaruh laju sepeda kami. Namun kami juga bersyukur karena anginnya bersuhu dingin.

Kendaraan sangat jarang namun memang kondisi jalan lebih kecil (aspal kelas III) dan tidak sedikit yang rusak dan bahkan menemukan jembatan yang terputus karena diterjang banjir bandang. Setelah melewati jembatan ini maka selanjutnya memasuki Desa Borik yang ditempuh dengan menanjak.

Ternyata di Desa Borik kami banyak menemukan kaum ibu-ibunya membuat kain tenun dengan nama Tenun Todong. Jalan menurun terus kami dapatkan walaupun banyak jalan yang rusak. Setiap kami bertemu penduduk setempat selalu kami bertanya apakah Wae Rebo masih jauh mengingat waktu sudah sore sekitar pukul 3 sore.

Pukul 4 sore kami memasuki Dintor, sebuah pertigaan jalan mengantarkan kami menuju Wae Rebo Lodge, hanya sisa 1 km lagi menuju penginapan kami. Akhirnya kami tiba di Wae Rebo Lodge. Penginapan ini adalah satu-satunya penginapan yang kami dapatkan di Wae Rebo. Penginapan ini dimiliki oleh Bapak Martin yang memang berasal dari Desa adat Wae Rebo.

Arief F. Rachman (02-08-2018)

[/vc_column_text][vc_row_inner][vc_column_inner][vc_images_carousel images=”7640,7641,7642,7643,7644,7645,7646,7647,7648,7649″ img_size=”” slides_per_view=”4″ autoplay=”yes” hide_pagination_control=”yes” hide_prev_next_buttons=”yes” partial_view=”yes” wrap=”yes”][/vc_column_inner][/vc_row_inner][stm_post_author][stm_post_comments][/vc_column][vc_column width=”1/4″ offset=”vc_hidden-sm vc_hidden-xs”][vc_widget_sidebar sidebar_id=”default” el_class=”sidebar-area-right sidebar-area”][stm_post_tags][/vc_column][/vc_row]

Visited 75 times, 1 visit(s) today
Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Pinterest

Leave a Reply