Jakarta, 10 Juli 2025— Institut Pariwisata Trisakti melalui Pusat Kajian Pariwisata dan Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta, menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Kajian Pengembangan Pariwisata Regeneratif di Kepulauan Seribu”. Kegiatan ini berlangsung di Grand Mercure Harmoni, Jakarta, dan menghadirkan para pemangku kepentingan dari kementerian, pemerintah daerah, akademisi, pelaku industri, dan lembaga konservasi.
FGD dibuka dengan sambutan dari Heru Ardianto, Ketua Sub Kelompok Riset dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta. Dalam sambutannya, Heru menekankan pentingnya penguatan kebijakan regeneratif yang konkret dan terstruktur, termasuk insentif fiskal maupun non-fiskal serta sistem penghargaan bagi pelaku industri pariwisata yang menerapkan prinsip keberlanjutan. Ia juga menekankan pentingnya pengawasan (enforcement) yang efektif mulai tahun 2026, agar pendekatan regeneratif benar-benar terukur dan dapat diterapkan secara menyeluruh.
Lalu dilanjutkan dengan sesi pemaparan yang diisi oleh enam narasumber dari unsur pemerintah, akademisi, dan pelaku industri pariwisata. Diskusi ini dimoderatori oleh Dr. RMW. Agie Pradhipta, M.Sc., dosen Usaha Perjalanan Wisata Institut Pariwisata Trisakti.
Pertama, perwakilan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyampaikan arah pembangunan sektor pariwisata nasional ke depan yang akan difokuskan pada penguatan pariwisata regeneratif. Pendekatan yang digunakan meliputi blue economy, green economy, dan circular economy, dengan penekanan pada keseimbangan sosial dan ekologis. Kepulauan Seribu dinilai sangat strategis untuk dijadikan pilot project karena karakter ekologisnya dan lokasinya yang dekat dengan pusat kota. Tantangan yang dihadapi antara lain overkapasitas, lemahnya koordinasi kelembagaan, dan branding yang belum kuat. Dalam RPJMN 2025–2029, indikator baru seperti kontribusi ekonomi, kualitas lingkungan, dan kualitas SDM akan digunakan untuk menilai keberhasilan pembangunan destinasi regeneratif.
Kedua, Dr. Fransiskus Xaverius Teguh, MA., CHE, dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menekankan bahwa pariwisata regeneratif harus menciptakan nilai tambah yang nyata bagi ekosistem, budaya lokal, dan masyarakat. Menurutnya, tren global telah berubah dari sekadar kunjungan menuju pengalaman wisata yang lebih bermakna dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, strategi regeneratif membutuhkan kolaborasi multipihak, narasi destinasi yang kuat, edukasi wisatawan, dan pengembangan standar sertifikasi regeneratif.
Ketiga, Dr. Hera Oktadiana, Ph.D., CHE, akademisi dari Institut Pariwisata Trisakti, menyampaikan bahwa regeneratif tourism harus menyesuaikan dengan perubahan preferensi wisatawan modern, terutama generasi Z dan Alpha. Mereka mencari pengalaman otentik, emosional, dan tematik seperti gastronomi, wellness tourism, dan wisata berbasis komunitas. Ia menekankan bahwa hanya sekitar 30% destinasi di Indonesia yang telah menerapkan prinsip keberlanjutan, sehingga transformasi menuju pariwisata regeneratif menjadi urgensi strategis untuk meningkatkan kualitas dan daya saing sektor pariwisata.
Keempat, Muh. Fadjar Churniawan, Bupati Kepulauan Seribu, hadir langsung dalam FGD ini. Ia menyampaikan bahwa Kepulauan Seribu memiliki 113 pulau yang kaya potensi, namun belum semuanya dikelola secara optimal. Isu utama yang dihadapi meliputi keterbatasan infrastruktur, ketimpangan pembangunan antar pulau, dan pengelolaan sampah. Ia mendukung pendekatan regeneratif sebagai solusi jangka panjang yang menyeluruh. Salah satu inovasi yang sedang dikembangkan adalah pengembangan Pulau Tidung Kecil berbasis konservasi, edukasi, dan pariwisata tematik.
Kelima, perwakilan dari Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menjelaskan bahwa kawasan taman nasional seluas 107.489 hektar ini memiliki keragaman ekosistem seperti terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove, dan vegetasi pantai. Zonasi ditetapkan berdasarkan karakter ekologis dan spesies kunci seperti penyu hijau dan penyu sisik. Edu-ekowisata dijadikan strategi utama pemanfaatan kawasan secara lestari. Kegiatan rutin seperti patroli kawasan, edukasi pengunjung, serta pelibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan wisata terus dilakukan untuk menjaga keberlanjutan kawasan konservasi.
Keenam, Andri Septian, S.Hum., M.Sc., pendiri dan Direktur Bumi Journey, memaparkan praktik wisata regeneratif yang telah mereka lakukan. Dengan prinsip ”Feel Good & Do Good” Bumi Journey merancang perjalanan yang berdampak sosial dan ekologis, termasuk penanaman mangrove, edukasi wisatawan tentang pengurangan limbah, dan pelaporan dampak secara kuantitatif. Kolaborasi dengan komunitas lokal serta sertifikasi berbasis standar internasional seperti Travelife menjadi fondasi penting dalam membangun sistem wisata regeneratif yang terukur dan berkelanjutan.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh Dr. Devita Gantina, M.Par., Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat serta Oktovianus, S.Hut., M.Sc. dari Pusat Kajian Pariwisata Institut Pariwisata Trisakti. Kehadiran mereka mencerminkan komitmen kuat IP Trisakti dalam mendorong riset pariwisata yang berdampak pada kebijakan pembangunan berkelanjutan.
Sebagai tindak lanjut, Institut Pariwisata Trisakti akan menyusun laporan kajian dan rekomendasi kebijakan berdasarkan hasil diskusi. Laporan ini akan disampaikan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Bappenas, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan Kepulauan Seribu sebagai destinasi regeneratif unggulan Jakarta.